Minggu, 14 Maret 2010

Mengatasi Belenggu Diri


Rantai gajah
Kalo liat gajah, yang punya badan besar, yang punya kekuatan besar, namun menjadi penurut sekali setelah dilatih oleh pelatih-pelatih sirkus. Saya jadi ingat tentang sindiran mentor saya dulu tentang orang yang menjadi mirip “gajah sirkus”.
Setiap orang sebetulnya punya potensi yang luar biasa, namun ibarat gajah sirkus yang diikat dengan seutas tali yang dikaitkan pada sebuah pasak bumi yang sebetulnya tidak terlalu besar.


Ya, gajah yang punya kekuatan besar, terikat pada seikat rantai. Kenapa gajah ini tidak bisa melepaskan diri dari rantai itu? Padahal tenaganya pasti bisa (seharusnya).
Gajah ini diikat sejak kecil dengan rantai ini. Ketika masih kecil, tenaganya belum begitu kuat untuk melepaskan rantai tadi, sehingga ia akan mendapatkan kesakitan ketika mencoba lepas. Setiap kali mencoba lepas, ia akan mendapatkan kesakitan. Setelah mengalami beberapa kali percobaan lepas, namun setiap kali juga merasa sakit. Akhirnya, Gajah yang punya tenaga besar ini memiliki suatu ketakutan yang akhirnya menjadi keyakinan dia bahwa ia tidak bisa lepas dari rantai itu.
Nah, banyak orang berlaku seperti “gajah sirkus” ini. Terjebak pada kondisi nyamannya dunia kerja, sehingga ketika akan berbisnis, menimbulkan suatu kekhawatiran. Banyak orang juga terbelenggu karena trauma… Seperti perasaan gajah sirkus…
Ibarat Gajah Sirkus : “Punya Potensi Besar, namun selalu terikat”
"Ha, gajah..?? Anda bilang kita gajah? Apa maksud Anda?"
Jangan gusar dulu pembaca. Baca sampai habis tulisan ini dan Anda akan bersyukur saya panggil Anda semua gajah.
Di tulisan ini saya ingin mengenalkan Anda pada konsep mentalitas gajah, pelatihan gajah dan kemudian pada pelatihan ULANG gajah.
Sebuah konsep yang bisa membantu Anda menyadari betapa besar sebenarnya potensi Anda, sebesar berat badan gajah-gajah Sumatera kita.


Menurut saya banyak orang Indonesia adalah GAJAH, tapi bukan gajah liar, melainkan gajah sirkus atau gajah bonbin atau Taman Safari.
Lho apa ini?
Ya, Anda semua yang masih hidup di bawah potensi Anda adalah gajah sirkus, gajah yang dilatih khusus untuk beratraksi demi manusia.
Saya tanya Anda semua yang sudah mengenyam pendidikan tinggi, minimal SMA (yang saya yakin sudah cukup banyak jumlahnya di negara kita ini).
Saya tanya, berapa penghasilan Anda? Kalau belum punya, apa alasan Anda untuk belum memiliki penghasilan sendiri di usia dewasa ini? Kalau Anda sedang melamar kerja, berapa harga jual yang Anda tentukan untuk potensi diri Anda?
Satu juta? Dua juta? Hanya serendah itukah?
Bila Anda yakin bahwa nilai potensi Anda mencapai puluhan juta perbulan, beranikah Anda mengajukan angka ini sebagai nilai tukar Anda kepada calon bos Anda?
Kalau Anda berani, hebat. Dan kalau benar Anda mendapatkan jumlah gaji super besar sebagaimana yang Anda minta tadi, luar biasa.
Berarti Anda adalah gajah liar yang tidak terlalu perlu membaca tulisan ini lagi.
Ya pembaca, bagaikan seekor gajah, Anda bisa jadi tergolong gajah liar, atau gajah hasil didikan seorang pawang, alias gajah atraksi.
Apa beda kedua jenis gajah ini, dan Anda masuk jenis gajah yang mana?
Mari, saya uraikan lebih lanjut.
Potensi Gajah
Gajah adalah seekor binatang yang sangat besar. Berat gajah dewasa bisa mencapai 7.000 kg, lebih kurang sama dengan dua truk atau 80 orang manusia dewasa dijadikan satu. Gajah adalah makhluk darat terberat dan paling kuat.
Di alam liarnya, mereka bisa mencerabut sebatang pohon besar hingga ke akarnya hanya dengan belalainya ketika mengamuk. Hutan bisa rusak berat bila sekawanan gajah mengobrak-abriknya.

Gajah liar juga adalah kawanan penjelajah. Untuk tetap aktif dan sehat mereka harus berjalan puluhan kilometer tiap hari, lalu berkubang air bersama kawanannya agar tetap segar.
Tetapi Anda juga tahu ada banyak binatang "raksasa" ini yang tunduk saja begitu rupa kepada pawangnya atau penjaga kebun binatangnya. Mereka terkurung di kandang-kandang sempit yang jelas tidak mengakomodir watak asli dan kebutuhan dasarnya.

Kalau Anda pernah ke taman safari atau menonton sirkus yang ada gajahnya, Anda akan lihat bahwa gajah-gajah dewasa berbobot ribuan kilogram ini menurut saja disuruh melakukan apapun oleh pawangnya. Mereka menurut saja disuruh beratraksi duduk di kursi, berputar-putar, menari, mengangkat kaki, bahkan berdiri di atas kepala yang jelas sangat susah untuk binatang sebesar gajah.


Mereka juga dicambuk dan dicemeti tanpa bereaksi.
Saya pernah berfoto dari dekat dengan gajah di taman safari yang kakinya hanya terikat seuntai rantai kecil yang ditambatkan di sebuah pasak yang tidak terlalu besar pula. Si gajah ini berdiri saja berdiam diri tanpa mencoba kabur, apalagi menjebol rantai yang mengikat kakinya.
Pertanyaannya, kenapa mereka tidak memberontak atau melarikan diri? Mendobrak kandang atau memutus rantai kecil yang mengikat kaki mereka tentu mudah saja kan bagi makhluk-makhluk berkekuatan luar biasa ini?
Ternyata sama seperti manusia, yang mematikan potensi besar gajah ini adalah juga pola pemrograman dan pelatihan yang telah diberikan kepada mereka sedari kecil. Pemrograman pikiran yang efeknya permanen karena gajah konon adalah makhluk yang tidak pernah lupa.
Saya pernah membaca bahwa para gajah yang dipakai untuk atraksi, sedari bayi telah dilatih sedemikian rupa, dibrain-wash, atau dicuci otak lebih tepatnya, untuk tidak bisa melarikan diri.
Bagaimana caranya?
PELATIHAN GAJAH
Ketika masih bayi, gajah-gajah malang ini, dipisahkan dari induknya, sebuah keadaan traumatis untuk mereka. Lalu satu atau dua kaki kecilnya akan dirantai oleh sang pawang dan diikatkan ke sebuah pohon besar atau pasak beton yang kuat.

Gajah kecil ini akan mencoba melepaskan diri dari ikatan rantainya tersebut dengan menariknya keras-keras. Sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali.
Tetapi karena usianya yang masih sangat muda dan kekuatannya yang belum seberapa, dia tidak bisa memutuskan rantai tersebut, apalagi melepaskan diri. Kadang makhluk-makhluk besar yang masih bayi tadi bahkan menarik kakinya dengan begitu kuatnya sehingga rantai tersebut justru melukai kaki mereka dan membuatnya kesakitan, terluka, berdarah-darah.
Banyak gajah sirkus yang cacat/membekas luka satu kakinya akibat perlakuan biadab sang pelatih selama bertahun-tahun ketika mereka masih kecil ini.
Begitu setiap hari. Mereka juga dilatih sedemikian rupa untuk takut terhadap pawangnya, dengan pukulan, tanpa diberi makanan, dikurung dalam tempat sempit, diikat dalam posisi yang menyakitkan sampai berjam-jam dan sebagainya, sampai lama-lama para bayi gajah ini sampai di suatu titik di mana mereka menyerah untuk mencoba melawan dan melarikan diri.
Mereka berpikir, yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, mungkin berbunyi, "Sudahlah, apa yang aku lakukan ini konyol sekali. Sudah jelas aku tidak bisa melepaskan diri dari ikatan ini. Kenapa juga aku terus mencoba. Benar-benar tidak ada gunanya. Jelas rantai kaki ini sangat kuat dan tidak terpatahkan oleh apapun yang aku lakukan. Juga orang itu, kejam sekali, dia akan menyakitiku kalau aku tidak diam dan mengikuti maunya."
Maka sang gajahpun menyerah. Sejak saat itu, mereka tidak lagi mencoba memutuskan rantai pengikat kakinya, atau berusaha melawan. Akhirnya, bahkan ketika kemudian para gajah ini dewasa dan mencapai berat dan kekuatan yang luar biasa, mereka pun masih percaya, karena memori mereka yang sangat kuat merekam segalanya, bahwa mereka tidak mungkin melepaskan diri.

Setiap kali si pawang datang dan memasangkan rantai di kakinya, dia akan ingat kejadian menyakitkan waktu kecil dulu, dan ingat bahwa dia tidak mungkin bisa melepaskan diri. Jadi mereka tidak mencoba. Mereka sudah berhenti mencoba untuk selamanya. Karena mereka tidak pernah lupa pengalaman masa kecil (pemrograman pikiran mereka).
Inilah hasil dari latihan gajah yang berhasil mencuci otak dan membentuk kepribadian mereka selamanya. Sebuah pemrograman mental gajah yang kemudian membatasi potensi fisik mereka selamanya pula.
Nah, apakah Anda juga seperti para gajah ini?
Rantai Mental Anda
Apakah Anda, seperti kebanyakan orang juga, adalah seperti para gajah atraksi ini, yang percaya bahwa mereka terikat sebuah rantai sangat kuat yang tidak bisa mereka putuskan?
Mungkin Anda berasal dari keluarga miskin yang kehidupan masa lalu Anda menyakitkan karena kemiskinan yang parah. Sehingga Anda tumbuh besar dalam kekurangan yang membentuk kepercayaan Anda bahwa hidup ini keras dan penghasilan manusia itu ada batasnya.
Ya, kebanyakan manusia adalah seperti para gajah sirkus ini bila menyangkut kehidupan dan apa yang mereka percaya tentang kehidupan tersebut.
Mereka sering kali terikat oleh rantai kebiasan buruk atau rasa takut yang mereka yakini sendiri tidak bisa mereka lawan. Mungkin karena sudah mencoba beberapa kali dan gagal, atau mungkin karena masukan-masukan negatif para gajah sirkus lainnya di sekitar mereka.
Berikut daftar beberapa hal yang mungkin menjadi rantai tidak terlihat Anda (your invisible mental chains):
• Ini tidak mungkin,
• Saya tidak bisa melakukan itu,
• Sudahlah, tidak usah repot mencoba, nanti juga pasti kalah.
• Nyari kerja sekarang susah.
• Kerja apa saja yang penting halal.
• Rejeki sudah ditentukan Tuhan. Terima saja apa adanya.
• Kita hanya orang kecil.
• Saya gak pinter-pinter amat.
• Saya sudah pernah coba itu, tapi hasilnya, ya, begitu-begitu saja.
• Saya cuma lulusan SD, mana bisa bersaing melawan lulusan Sarjana.
• Sarjana nganggur seperti saya toh banyak juga jumlahnya.
• Kita harus bersyukur masih bisa gajian, di luar sana masih banyak pengangguran yg pastinya gak pernah gajian.
• UMR Indonesia 2009 seharusnya Rp.2.000.000,- (catatan: ini kan jumlah yang kecil sekali untuk hari gini).
• Saya lulusan S1 komputer, gaji saya sekarang Rp. 1.200.000,-/bulan. Mungkin saya belum pantas dapat gaji yang lebih dari itu kali yah..
• Jangan menginginkan hal yang terlalu tinggi. Semakin tinggi kedudukanmu, semakin sakit bila kau jatuh nanti.

Kata-kata negatif seperti ini menjadi rantai pikiran yang membelenggu. Lama-lama, bahkan the invisible mental chains (rantai yang tidak terlihat) ini berubah menjadi the invincible mental chains atau rantai mental yang tidak terkalahkan, karena memang mereka makin lama makin kuat bila si korban terus meyakininya.
"Tunggu dulu," kata Anda, kenapa "Ini sudah kehendak Tuhan" juga disebut sebagai rantai mental?
Bukankah betul bahwa kaya miskin itu sudah ketentuan Tuhan? Bahwa rejeki sudah diatur-Nya?
Kalau saya orang bule, saya akan langsung menyikat habis pendapat ini dengan jawaban, "Sampah!", "Rubbish!"
Cuma saya bukan orang bule yang blak-blakan. Saya seorang guru Indonesia yang santun he..he..he..he.. Tapi betul, pendapat tersebut di atas hanyalah sampah...
Darimana Anda tahu kondisi yang membelenggu Anda adalah kehendak Tuhan? Apakah Anda orang suci yang pernah langsung menerima firman-Nya yang mengatakan kondisi terpuruk Anda adalah kehendak Tuhan?
Darimana Anda tahu, keadaan buruk yang menimpa Anda adalah kehendak Tuhan dan bukan tanggung jawab Anda sendiri?
Lalu bagaimana dengan bersyukur punya pekerjaan walau bergaji kecil karena di luar sana banyak yang masih menganggur? Apa yang salah dengan itu?
Jelas salah, kalau Anda merasa bahagia Anda tidak sendirian dalam penderitaan.
Selama apa yang Anda lakukan dan Anda terima itu masih jauh di bawah potensi Anda, maka berarti itu Anda masih membiarkan diri Anda terikat rantai mental. Dan sebanyak apapun rekan sependeritaan yang sama sama terikat, itu tidak membuat tindakan Anda berdiam diri di sana menjadi betul.
Anda harus melihat bahwa gajah aslinya dirancang untuk hidup bebas di alam liar, jadi kalau Anda masih ada di kebun binatang, meski kandang Anda lebih besar dari gajah lain, Anda tidak lebih baik dari mereka.
Mungkin betul masih banyak yang lebih miskin dari Anda, tetapi Anda harus melihat bahwa Anda tidak diciptakan Tuhan untuk menjadi gembel jalanan. Penuhi potensi diri ini dengan memotivasi diri Anda untuk melihat ke atas.
Kalau ada orang yang bisa berhasil, Anda juga bisa. Bukan kalau ada orang lain yang gagal, tidak apa-apalah saya juga gagal.
Kita semua harus sukses beramai-ramai, bukan gagal dan terikat hidup mediocre ramai-ramai.



Pelatihan Ulang Gajah
Untuk menyadari potensi luar biasa diri Anda ini, Anda yang sudah terlanjur terjebak menjadi gajah sirkus dengan pawang atau pelatih yang sekarang bahkan tidak lagi ada di sekitar Anda, maka Anda harus bertekat untuk bisa mengikuti "pelatihan ulang para gajah sirkus", di mana kepercayaan yang ditanamkan di benak Anda dibalik. Bukan bahwa Anda terikat dan tidak bisa lepas, tetapi bahwa Anda adalah makhluk yang kuat dengan begitu banyak kapabilitas/kemampuan.
Pelatihan ulang yang dimaksudkan untuk mengembalikan Anda pada kesadaran akan potensi tidak terbatas yang diberikan Sang Pencipta untuk Anda. Ya, Anda harus melatih ulang pikiran Anda agar bisa hidup memenuhi potensi terbaik diri Anda. Agar bisa menjebol apapun bentuk kungkungan mental yang Anda alami.
Potensi "gajah" Indonesia yang belum terpenuhi
Manusia Indonesia, sebagaimana manusia dari bangsa manapun lainnya, juga memiliki potensi luar biasa. Kita tidak berbeda dari manusia Amerika misalnya atau Jepang atau manapun. Alam Indonesia juga sangat kaya raya.
Tetapi mari kita lihat beberapa statistik negeri ini.
UMR Jakarta, sebagai tolok ukur karena merupakan ibu kota, tahun 2009 ini hanyalah Rp. 1.069.865,- per bulan.
Di daerah lain, UMR hanya mencapai 1/3 atau paling banyak 1/2-nya dari angka ini. (Maaf saya lupa sumbernya. Silahkan Google saja, kalo ingin tahu).
Padahal UMR Amerika, dalam arti ini adalah upah yang diterima pekerja paling kecil dan miskin di Amerika, yang bekerja tanpa banyak mengandalkan otak dan skill, misalnya jasa cleaning service, pengangkut sampah dsb, mencapai Rp 12 jt per bulan.
Lalu pendapatan perkapita Indonesia tahun ini hanya sekitar Rp. 21 juta. (Sumber analisadaily.com).
Sementara dengan kurs yang sama, negara-negara lain memiliki perdapatan perkapita yang jauh-jauh lebih besar. Hongkong berkisar antara Rp. 460 juta, Jepang sekitar Rp. 360 juta, Singapur Rp. 270 juta, Amerika Rp 450 juta-an, Australia Rp 550 juta.
Bayangkan betapa besar perbedaannya. Puluhan kali.
Bayangkan pula apa saja yang bisa Anda lakukan bila Anda bisa menikmati pendapatan perkapita atau UMR sebesar negara-negara makmur tadi dan bukan terjebak pendapatan perkapita atau UMR negara kita tercinta ini.
Rakyat Indonesia yang hidup sebagai orang miskin atau di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari 1 dollar sehari mencapai 32,5 juta orang. Sementara kalau patokan miskin adalah pendapatan perhari kurang dari 2 dollar maka jumlah inipun meningkat sampai 50 persennya.
Puluhan juta keluarga Indonesia hidup hanya dengan uang kurang dari 20 ribu sehari. Dengan anak-anak yang harus ditanggung, pendidikan mereka, kesehatan mereka, gizi mereka, kesejahteraan mereka sebagai anak, dsb, apa mungkin keluarga macam ini hidup secara layak?
Tapi kenapa mereka, kita semua, seperti para gajah sirkus di atas, tidak (bisa) menjebol rantai kemiskinan yang membelenggu ini?
Anda sudah tahu jawabannya, pola pemrograman pikiran yang membelenggu. Mentalitas miskin yang parah. Ketidak-yakinan atas potensi diri. Dan ketakutan kita terhadap pawang yang tidak terlihat itu.
Oh ya, yang menjadi gajah sirkus ini bukan hanya orang-orang biasa seperti kita, lho. Bahkan mereka yang ada di pemerintahan dan memimpin negeri ini adalah juga para gajah atraksi, yang tidak berani menjebol rantai "limitasi" atau batasan yang mereka miliki.
Katakan dalam menentukan sebuah keputusan penaikan UMR, beranikah mereka menghargai potensi warga negara sendiri dengan mematok standar upah yang tinggi? Tahun kemarin UMR (Jakarta) adalah Rp 972.000-an. Jadi dibanding tahun ini hanya naik beberapa puluh ribu saja, kan?
Mereka tidak berani mengambil keputusan untuk sebuah kenaikan drastis UMR. Naik di atas seratus ribu saja tidak.
Jadi salah siapa kalau masyarakat kita, kita semua, menggantungkan harapan kesejahteraan kita pada para gajah sirkus ini?
Bila "nature"-nya sudah gajah sirkus, yang takut akan rantai dan pawang tidak terlihat ini, menjadi siapapun dia, ya, tetap saja gajah sirkus. Yang terkungkung oleh sebuah internal fear.
Oh, jangan salah, performance atau penampilan gajah-gajah atraksi ini di atas panggung luar biasa.
Yang menjadi masalah adalah, bahwa sesuai potensi asli mereka, mereka sebenarnya bisa melakukan yang lebih hebat lagi dari pada itu, hanya saja mereka tidak tahu dan tidak berani.
Jadi termasuk gajah manakah Anda, gajah di alam liar yang merupakan makhluk terbesar, terberat dan terkuat di daratan, atau gajah sirkus atau gajah taman safari yang membungkuk-bungkuk tunduk pada pawang dan rantai invisible mereka?
Kata terakhir: Kita manusia Indonesia memiliki potensi sama besarnya dengan manusia dari negara manapun. Kita juga hidup di bawah aturan Hukum-Hukum Universal Kehidupan dan Hukum Sukses yang sama dengan mereka semua, jadi tidak ada alasan kita tetap seperti ini, miskin, pas-pasan, tidak berdaya, bagai raksasa yang hanya bisa bermimpi tanpa pernah bangun dari tidurnya.
Kita semua bukan gajah atraksi.
Jalankan Amanah Tuhan menjadi makhluk terbaik di bumi ini
Jangan sampai kita mengalami nasib seperti seorang penjaga surau yang dilempar Tuhan ke neraka karena dia hanya sibuk beribadah dengan ritual semata, tetapi membiarkan diri, keluarga dan masyarakatnya hidup miskin. Mengumpulkan uang mati-matian hanya untuk ibadah haji tetapi membiarkan anak keturunannya hidup menderita karena dia tinggalkan dalam keadaan miskin. Dimurkai Allah karena membiarkan kekayaan negerinya dikuras orang lain yang tidak berhak sehingga rakyatnya makin melarat, sementara dia hanya sibuk bersembahyang dan berdoa, memuja-muja Tuhannya, Tuhan yang tidak gila pujian. (hanya sebuah kisah fiktif memang, dari kumpulan cerpen "Robohnya Surau Kami" karya penulis AA Navis).
Tetapi, bagaimana kalau Tuhan menginspirasi penulis cerita ini untuk menyampaikan sebuah kebenaran melalui karya sastranya?
Bagaimana kita akan menghadap Tuhan nantinya dan menjelaskan tugas kita sebagai makhluk terbaik di dunia? Siapkah kita menjawab pertanyaan tentang amanah kehidupan yang telah diberikan-Nya ini?
Gajah makhluk yang cerdas dan lembut
Oh ya, saya memakai gajah untuk analogi pelajaran sukses kita kali ini bukan karena saya memandang rendah rekan senegara saya dengan membandingkannya dengan gajah.
Sebaliknya, bila Anda mengenal gajah dengan baik, Anda akan terpesona akan karakterisktik ciptaan Tuhan yang satu ini.
Gajah adalah makhluk sosial yang menakjubkan, penuh rasa kekeluargaan, setia, sangat penyayang terhadap keluarga dan kawanannya, memiliki aturan berkelompok yang jelas dan dipatuhi semua anggotanya.
Dan gajah juga adalah salah satu binatang darat paling cerdas sesudah kelas primata. Gajah adalah makhluk yang memiliki kecerdasan dan kelembutan perasaan, sangat sensitif, sehingga mereka bisa menderita stress karena terpisah atau kehilangan anggota keluarga.
Sangat mirip manusia bukan? Dan sama pula dengan manusia yang juga memiliki potensi luar biasa besar.
Jadi kalau saya membandingkan Anda dengan gajah, itu berarti saya menghormati Anda, memandang tinggi Anda dengan semua potensi yang Anda miliki.
Jadi bebaskan diri Anda dari belenggu apapun yang mematikan potensi kesuksesan luar biasa Anda.
Anda bisa mencari tahu lebih lanjut tentang satu binatang favorit saya ini melalui mesin pencarian Google berikut.
Anda juga bisa membaca lebih lanjut tentang penderitaan yang dialami para gajah kecil dalam pelatihan mereka untuk menjadi hewan atraksi, misalnya di Help Elephants atau di Captivity Cruelty untuk melihat bagaimana bayi-bayi gajah "dipatahkan" dan dimatikan potensinya, agar seumur hidup mereka menurut dan takut pada pawang serta rantai yang mengikatnya.
Merdeka ... merdeka!!
Yang jelas setelah membaca pelajaran sukses dari gajah ini, untuk gajah-gajah Indonesia saya ucapkan MERDEKA... Merdeka ...
Sadarkah Anda bahwa Anda sangat-sangat "kuat"?
Sudah saatnya kita keluar dari kebun binatang atau kandang sirkus kita untuk kembali ke alam bebas kita. Merdeka...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar